H
|
ak asasi manusia, kita pastilah
sering mendengar istilah HAM atau hak asasi manusia. Akan tetapi apakah semua
orang tahu dan paham tentang apa itu hak asasi manusia ?. Sebelum membahas hak
asasi manusia dalam Islam, mari kita ketahui dan pahami tentang :
Apa itu hak asasi manusia?
Sejak kapan Hak Asasi Manusia ada ?
Kemudian Bagaimana Hak Asasi Manusia dalam Agama Islam ?
Pengertian Hak
Asasi Manusia (Human Rights)
Secara
universal HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir sampai
mati sebagai anugerah dari tuhan YME. Semua orang memiliki hak untuk
menjalankan kehidupan dan apa yang dikendakinya selama tidak melanggar norma
dan tata nilai dalam masyarakat. Hak asasi ini sangat wajib untuk dihormati,
dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah. Setiap orang
sebagai harkat dan martabat manusia yang sama antara satu orang dengan lainnya
yang benar-benar wajib untuk dilindungi dan tidak ada pembeda hak antara orang
satu dengan yang lainnya. [1]
HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena ia
adalah seorang manusia. John
Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati
melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat. John Locke
menjelaskan bahwa HAM merupakan hak kodrat pada diri manusia yang merupakan
anugrah atau pemberian langsung dari tuhan YME.[2]
Sementara menurut Jack Donnely, mendefinisikan hak asasi tidak jauh
berbeda dengan pengertian di depan. Hak asasi adalah hak-hak yang dimiliki
manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena
diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan
semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan hak itu merupakan pemberian
dari Tuhan Yang Maha Esa.[3]
Sedangkan menurut Meriam Budiardjo menegaskan
bahwa hak asasi manusia sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh
dan di bawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam
masyarakat.[4]
Secara definitif hak
merupakan unsur nominatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi
kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga
harkat dan martabatnya.[5]
Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999
tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia ( HAM ) adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakekatnya dan keberadaan manusia sebagai
mahluk Tuhan yang Maha Esa, dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib dihormati, di
junjung tinggi dan di lindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang,
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[6]
Secara filosofis pandangan
menurut hak asasi manusia adalah, "jika wacana publik masyarakat global di
masa damai dapat dikatakan memiliki bahasa moral yang umum, itu adalah hak
asasi manusia." Meskipun demikian, klaim yang kuat dibuat oleh doktrin hak
asasi manusia agar terus memunculkan sikap skeptis dan perdebatan tentang
sifat, isi dan pembenaran hak asasi manusia sampai dijaman sekarang ini.
Memang, pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan "hak" itu sendiri
kontroversial dan menjadi perdebatan filosofis terus.[7]
Sejarah Hak
Asasi Manusia
Mengingat begitu pentingnya proses
internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia bagi setiap orang yang hidup bersama
dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak
Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap
orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi
orang lain.
1.
Sejarah Internasional Hak Asasi
Manusia (HAM)
a.
Piagam Madinah
(622 M)
Dalam sejarah konstitusi Islam terdapat dua deklarasi yang memuat
hak-hak asasi manusia yang dikenal piagam madinah dan deklarasi kairo. Piagam
Madinah atau Mitsaqul Madinah yang dideklarasikan oleh Rasullullah SAW
pada tahun 622 M. Konsep dasar yang
tertuang dalam piagam yang lahir di masa Nabi Muhammad SAW ini adalah adanya
pernyataaan atau kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin
hak-hak sesama warga masyarakat tanpa melihat latar belakang suku dan agama.[8]
b.
Magna Charta
(1679)
Umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna
Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan
absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada
hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai
pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal
hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai
dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus
mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai
dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada
rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak
berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai
embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai
simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan
yang lebih konkret.[9]
c.
Habeas Corpus
Act (1679)
Dokumen ini memuat pernyataan bahwa: “sebuah undang-undang harus
melindungi kebebasan warga negara. Dan untuk mencegah pemenjaraan yang
sewenang-wenang orang yang ditahan dalam waktu tiga hari harus dihadapkan
kepada seorang hakim serta diberi tahu ats tuduhan apa ia ditahan.”[10]
d.
Bill of Rights
(1689)
Selanjutnya lahir “Bill of Rights” di
Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah
bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium
ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of
rights melahirkan asas persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan
bahwa hak persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi
karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk
mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang contract
social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias Politikanya yang
mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John Locke di
Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar
kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.[11]
e.
Declaration of
Independence (1776)
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The
American Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan
Montesqueu pada 4 juli 1776. Jadi, walaupun di Perancis sendiri belum dirinci
apa HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu mencanangkan secara lebih
rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di
dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus
dibelenggu.[12]
f.
The French
Declaration (1789)
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration
(Declarataion des droit de I’homnes et du Citoyen), dimana hak-hak yang
lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak
boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa
alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat
yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orang yang
ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai
ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia
bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas
mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut
keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan
terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French
Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin
tumbuhnyademokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah dicanangkan
sebelumnya.[13]
g.
The Four
Freedom (1941)
Empat kebebasan yang diajukan Presiden AS Franklin D. Rosevelt,
yaitu:
1)
Kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat (freedom of speech and expression)
2)
Kebebasan beragama (freedom of
religion)
3)
Kebebasan dari rasa takut (freedom
from fear)
4)
Kebebasan dari kekurangan dan
kelaparan (freedom from want)[14]
h.
Universal
Declaration of Human Right (1948)
Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak
peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman yang
dilakukan dalam Perang Dunia II.[15]
Dijelaskan dalam Universal Declaration of Human Right yang memuat 30
pasal dan secara garis besar HAM dikelompokan menjadi 3 bagian, yakni : (1)
hak-hak politik dan hak yuridis, (2) hak-hak atas martabat dan integritas
manusia, (3) hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya.[16]
i.
Cairo
Declaration (1990)
Dalam
pandangan Negara-negara Islam HAM Barat tidak sesuai dengan pandangan agama
Islam yang telah ditetapkan Allah SWT. Berkaitan dengan itu Negara-negara Islam
yang tergabung dalam Organization of the Islamic Conference (OIC/OKI)
pada tanggal 5 agustus 1990 mmengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai
syariat Islam di Kairo. Konsep hak-hak asasi manusia hasil rumusan
Negara-negara OKI ini selanjutnya dikenal dengan sebutan deklarsi Kairo.[17]
2.
Sejarah Nasional Hak Asasi Manusia
(HAM)
Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada
sebelum Indonesia menhalamimasa-masa penjajahan. Hak asasi Manusia telah ada di
Nusantara sejak zaman kerajaan-kerajaan, Sebagai contoh:
a.
Dalam masa kebesaran kerajaan
Sriwijaya, aspek yang menonjol dan mengangkat harkat dan martabat bangsa
Indonesia adalah berupa terpeliharanya dan terbinanya kehidupan spiritual,
ekonomi dan politik, seperti adanya perlindungan dari perampokan atau perompak
bagi para nelayan.
b.
Sedangkan dalam masa kebesaran
kerajaan Majapahit tamapak ada kerukunan hidup antara pemeluk agama yang
berlainan. Demikian pula pada kehidupan rakyat yang dipandang telah mencapai
taraf kecukupan. Hal demikian mencerminkan bahwa hak-hak asasi Indonesia telah
terpelihara dengan baik.[18]
c.
HAM di Sulawesi Selatan telah
dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara
lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa
apabila raja berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah.
Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang
memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah
diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena
sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori
hukum Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di
Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak menonjol karena kurang
dipublikasikan.[19]
Wacana HAM di Indonesia telah
berlangsung seiring dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Secara garis besar, perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dapat
dibagi kedalam dua periode: sebelumkemerdekaan (1908-1945) dan sesudah
kemerdekaan. Berikut ini adalah perkembangan HAM (Periodesasi
HAM) di Indonesia:
1)
Periode sebelum
kemerdekaan (1908-1945)
Sebelum Indonesia merdeka, banyak
organisasi pergerakan nasional berpemikiran HAM, beberapa organisasi telah
memperlihatkan adanya kesdaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui
petisi-petisi yang dilakukan kepada colonial maupun dalam tulisan dalam surat kabar.Beberapa
organisasi yang bergerak dalam konteks pemikiran HAM sebelum kemerdekaan
adalah: Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia, Sarekat Islam, Partai Komunis
Indonesia, Indische partij, Partai Nasional Indonesia, Organisasi Pendidikan
Nasional Indonesia.[20]
2)
Periode Setelah
Kemerdekaan/Orde Lama (1945-1966)
Pemikiran HAM pada periode awal
kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebbasan untuk berserikat
melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk
menyampaikan pendapat terutama diparlemen.Pemikiran HAM telah mendapat
legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hokum
dasar Negara (konstitusi) yaitu,UUD 45.Komitmen terhadap HAM pada periode awal
sebagaimana ditunjukan dalam maklumat pemerintah tanggal 1 November.langkah
selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai
politik.Sebagaimana tertera dalam maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945.
3)
Periode Orde Baru
(1966-1998)
Pada periode ini proses penegakan
HAM mengalamai kemunduran ,karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi, dan
ditegakkan.Sikap defensive pemerintah tercermin dengan peran media yang tidak
bebas, kebebasan bersuara atau berpendapat di depan umum dibatasi bahkan
terkadang dilarang.Banyak terjadi kasus pelanggaran HAM yang belum terpecahkan
samapi sekarang yaitu Tragedi Semanggi, Tanjung Priok, Peristiwa Tri Sakti.
Namun pada periode ini ada sedikit
kemajuan dalam proses penegakan HAM salah satunya dibentuknya Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan KEPRES No.50 tahun 1993
tanggal 7 Juni 1993.
4)
Periode Reformasi
(1998-Sekarang)
Pergantian rezim pemerintahan pada
tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada penegakan dan perlindungan
HAM di Indonesia.Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa
kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan
HAM.Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan di Indonesia. Banyak pengusutan dan penyeledikan kasus
pelanggaran pada masa reformasi ini.[21]
Hak Asasi
Manusia dalam Islam
Islam adalah agama Universal yang mengajarkan keadilan bagi semua manusia
tanpa pandang bulu. Sebagai agama kemanusiaan, Islam meletakkan manusia pada
posisi yang sangat mulia. Menurut kalangan ulama Islam, terdapat dua konsep
tentang hak dalam Islam: hak manusia (hak al insan) dan hak Allah.
Terdapat tiga bentuk HAM dalam Islam. Pertama, hak dasar (daruri),
sesuatu ianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar bukan hanya membuat
manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya \, bahkan hilang harkat
kemanusiaannya. Kedua hak sekunder, yakni hak-hak yang apabila tidak
ipenuhi akan berkibat pada hilangnya hak-hak dasr sebagai manusaia. Ketiga hak
tersier, yakni hak yang tingkatnya lebih rendah dari hak primer dan sekunder.
Konsep Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utam Islam, Al-Qur’an dan
Hadits.[22]
Nabi
saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional,
yaitu pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa
merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk
surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu
yang kecil, wahay rasulullah ?" Beliau menjawab:
"Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim).
Islam
berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah
tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya.
Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap
dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah
(berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS.
2: 267).
Nash
Qur’an dan Sunnah tentang HAM. Meskipun dalam Islam,
hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi
Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada
bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:
1.
Dalam al-Qur’an
terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan
kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin
kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya:"Kebenaran
itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia
beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS.
18: 29)
2.
Al-Qur’an telah
mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim
dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam
lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl,
qisth dan qishas.
3.
Al-Qur’an mengajukan
sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan
sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia
seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam
sekitar dua puluh ayat.
4.
Al-Qur’an menjelaskan
sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta
tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang
paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS.
49: 13)
5.
Pada haji wada’
Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada
lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada
khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.
Manusia
di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis
kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga
memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum dicapai
oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga adalah
manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah
memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku
hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan
yang Esa." (QS. 18: 110).
Hak asasi manusia dalam Islam tertuang secara jelas untuk kepentingan
manusia, lewat syari’ah Islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah,
manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan
karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang
ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya,
tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara
kebebasan secara eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu
sendiri. Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan,
kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya Islam
memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya
keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya ditentukan
oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat
Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai berikut :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan,
dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah yang paling
takwa.”[23]
Dalam sejarah
konstitusi Islam terdapat dua deklarasi yang memuat hak-hak asasi manusia yang
dikenal piagam madinah dan deklarasi kairo.[24]
Terdapat dua prinsip pokok HAM dalam Piagam Madinah. Pertama semua
pemeluk Islam adalah satu umat walua mereka berbeda suku dan bangsa. Kedua hubungan
antara komunitas muslim dengan nonmuslim didasarkan pada prinsip-prinsip:
1.
berinteraksi secra baik dengan
tetangga;
2.
saling membantu dalam menhhadapi
musuh bersama;
3.
membela mereka yang teraniaya;
4.
saling menasihati;
5.
menghormati kebebasan beragama.
Pandangan
kemanusiaan Piagam Madinah menjadi semangat deklarasi HAM Islam di Kairo.
Lahirnya Deklarasi Kairo mengandung ketentuan HAM sebagai berikut: [25]
1)
hak persamaan dan kebebasan
2)
hak hidup
3)
hak perlindungan diri
4)
hak kehormatan pribadi
5)
hak berkeluarga
6)
hak kesetaraan wanita dengan pria
7)
hak anak dari orang tua
8)
hak mendapatkan pendidikan
9)
hak kebebasan beragama
10) hak kebebasan mencari
suaka
11) hak memperoleh pekerjaan
12) hak memperoleh perlakuan
sama
13) hak kepemilikan
14) hak tahanan dan
narapidana
Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok yang terangkum
dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga al-huquq al-insaniyah fi
al-islam (hak-hak asasi manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung lima hal
pokok yang harus dijaga oleh setiap individu, yaitu hifdzu al-din (penghormatan
atas kebebasan beragama), hifdzu al-mal (penghormatan atas
harta benda),hifdzu al-nafs wa al-‘ird (penghormatan atas jiwa, hak
hidup dan kehormatan individu) hifdzu al-‘aql(penghormatan atas
kebebasan berpikir) dan hifdzu al-nasl(keharusan untuk menjaga
keturunan). Kelima hal pokok inilah yang harus dijaga oleh setiap umat Islam
supaya menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi, berdasarkan atas
penghormatan individu atas individu, individu dengan masyarakat, masyarakat
dengan masyarakat, masyarakat dengan negara dan komunitas agama dengan
komunitas agama lainnya.[26]
Hak-hak
alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk
yang diciptakan dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula. Hak-hak
tersebut diantaranya:[27]
a.
Hak
Hidup
Allah menjamin kehidupan,
diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5:
32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist
nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia
mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu
mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka
kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
b.
Hak
Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak
paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama
dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman
Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang
di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi
orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok,
masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang
berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah
kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin
pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa
mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka
biarkanlah mereka." Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan
penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog)
mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.
Kerukunan hidup beragama bagi
golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada
paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256).
Sedangkan dalam masalah sipil dan
kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur
syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang.
Firman Allah: "Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta
keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau
biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau
menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya
Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42). Jika mereka
tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka boleh
mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran yang asli.
Firman Allah: "Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai hakim,
sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah? Kemudian
mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan orang-orang
yang beriman ." (QS.5: 7).
c.
Hak
Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan
bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang
perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih
baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha
tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak
pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu
upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
d.
Hak
Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang
sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain
yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah
sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan
bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat
memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal
kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah Islam
melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga
melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu
dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya
jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu
berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)
Islam juga melarang pencabutan hak
milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan umum
dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya. Sabda nabi
saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang lain secara tidak sah,
maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari kiamat." Pelanggaran
terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan lebih berat, karena itu
berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan.
e.
Hak
Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan
sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali
mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32).
Aallah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan
pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga
menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang
dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam
hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama."Dan para
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf,
akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS.
2: 228)
f.
Hak
Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin
dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta
benda. Firman Allah: "Allah yang telah memberi makanan kepada
mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS.
Quraisy: 3-4).
Diantara jenis keamanan adalah
dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara tidak
memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk
keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim
dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab menerapkan
tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun
kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia,
setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau tidak aku
beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar jugalah yang membawa
seorang Yahudi tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan shadaqah dan
dibebaskan dari jizyah.
Bagi para terpidana atau tertuduh
mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena.
Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya Allah menyiksa
orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR. Al-Khamsah).
Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan kejahatan
yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw: "Sesungguhnya Allah
menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR.
Ibnu Majah).
Diantara jaminan keamanan adalah
hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suaka ke
negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi
suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka meminta. Firman
Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta perlindungan
kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian
antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9: 6).
g.
Hak
Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah
hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah
(QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari
tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt: "Allah
tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang
dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan hak setiap orang untuk
meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan
perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa
muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup.
Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang dibaliknya
dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Termasuk hak setiap orang untuk
mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang lain
dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda: "Maukah kamu aku
beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum diminta
kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi). Tidak
dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas nama apapun.
Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang benar
memiliki pembelaan."(HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga berhak
menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif
diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim
yang mempertahankan hak.
h.
Hak Saling Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya
ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan
saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul
melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling
berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak muslim terhadap muslim ada
lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi
undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari).
i.
Hak
Keadilan dan Persamaan
Allah mengutus rasulullah untuk
melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi
seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5).
Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda nabi saw:"Seandainya
Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR.
Bukhari dan Muslim).
Pada masa rasulullah banyak kisah
tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari
suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid,
sampai kemudian rasul menegur dengan: "... Apabila orang yang
berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi
bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum
kriminal..." Juga kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan
melakukan penganiayaan saat haji, Umar tetap memberlakukan hukum meskipun ia
seorang raja. Atau kisah Ali yang mengadukan seorang Yahudi mengenai tameng
perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan perkara.
Umar pernah berpesan kepada Abu
Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah
manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga
seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah
tidak putus asa atas keadilanmu."[28]
REFERENSI
Achmadi, 2010.
Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X Semester Ganjil, Klaten: CV
AVIVA.
Affandi,
Idrus, dkk.2007.Hak Asasi Manusia.Jakarta:Universitas Terbuka
Al
Marsudi . Subandi, 2001. PANCASILA DAN UUD 45 DALAM PARADIGMA REFORMASI,
Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Al-Qur’an
Bakry.
Noor Ms, 2011. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN, (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
Basrowi, dkk.2006.Demokrasi dan HAM.kediri:Jenggala Pustaka
Utama
MGMP PKN SMP
KOTA SEMARANG (ed) , 2007 Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP Kelas VII
Semester Genap. Semarang: Pustaka Indah.
Muladi (ed),
2009. HAK ASASI MANUSIA Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif
Hukum dan Masyarakat, Bandung: PT Refika Aditama
Tim
Pendidikan Kewarganegaraan MPK-UNESA. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi. Surabaya: UNESA University Press
Ubaedillah,
A. dan Abdul Rozak, 2012. PANCASILA,
DEMOKRASI, HAM, DAN MASYARAKAT MADANI. Jakarta: KENCANA PRENADA GROUP
Ubaedillah, A.
dkk., 2000. Pendidikan Kewarganegaraan DEMOKRASI, HAM DAN MASYARAKAT
MADANI. Jakarta: IAIN Jakarta Press
Ubaedillah,
A. dkk., 2007. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.
Jakarta: ICCE.
Anonim, “PENGERTIAN HAM, http://manusiapinggiran
.blogspot.com/2013/01/ pengertian-ham-atau-hak-asasi-manusia. html di unduh
pada 3/11/2014 pukul 11.23 WIB
Hariss Nasution, “MAKALAH HAM DALAM
PERSPEKTIF ISLAM” http://harisscivic.blogspot.com/2012/04/
makalah-ham-dalam-perspektif-islam_ 25.html diundduh pada tanggal
11/11/2014 pukul 11.56 WIB.
[1] A.
Ubaedillah dkk., Pendidikan Kewarganegaraan DEMOKRASI, HAM DAN MASYARAKAT
MADANI, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), hlm. 207
[2] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, PANCASILA, DEMOKRASI, HAM, DAN MASYARAKAT MADANI,
(Jakarta: KENCANA PRENADA GROUP, 2012), hlm. 148.
[5] Achmadi, Pendidikan Kewarganegaraan untuk
SMA Kelas X Semester Ganjil, (Klaten: CV AVIVA, 2010), hlm. 51.
[6] Subandi Al
Marsudi, PANCASILA DAN UUD 45 DALAM PARADIGMA REFORMASI, (Jakarta: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA, 2001), hlm. 96-97.
[7] Tim Pendidikan
Kewarganegaraan MPK-UNESA. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
(Surabaya:UNESA University Press, 2010), hlm. 25.
[8] A. Ubaedillah dkk., Pendidikan
Kewarganegaraan DEMOKRASI, HAM DAN MASYARAKAT MADANI, (Jakarta: IAIN
Jakarta Press, 2000), hlm. 215.
[10] MGMP PKN SMP KOTA SEMARANG (ed) , Pendidikan
Kewarganegaraan untuk SMP Kelas VII Semester Genap, (Semarang: Pustaka
Indah, 2007), hlm. 2.
[11] A.
Ubaedillah dkk., Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
(Jakarta: ICCE, 2007), hlm. 253.
[13] A.
Ubaedillah dkk., Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
(Jakarta: ICCE, 2007), hlm. 254.
[14] MGMP PKN SMP KOTA SEMARANG (ed) , Pendidikan
Kewarganegaraan untuk SMP Kelas VII Semester Genap, (Semarang: Pustaka
Indah, 2007), hlm. 3.
[15] A.
Ubaedillah dkk., Pendidikan Kewarganegaraan DEMOKRASI, HAM DAN MASYARAKAT
MADANI, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), hlm. 210.
[16] Achmadi, Pendidikan Kewarganegaraan untuk
SMA Kelas X Semester Ganjil, (Klaten: CV AVIVA, 2010), hlm. 52.
[17] A. Ubaedillah dkk., Pendidikan
Kewarganegaraan DEMOKRASI, HAM DAN MASYARAKAT MADANI, (Jakarta: IAIN
Jakarta Press, 2000), hlm. 216.
[18] Subandi Al
Marsudi, PANCASILA DAN UUD 45 DALAM PARADIGMA REFORMASI, (Jakarta: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA, 2001), hlm. 104-105.
[19] Anonim, “PENGERTIAN HAM, http://manusiapinggiran.blogspot.com/2013/01/pengertian-ham-atau-hak-asasi-manusia.
html di unduh pada 3/11/2014 pukul
11.23 WIB
Basrowi, dkk.Demokrasi dan HAM (kediri:Jenggala Pustaka
Utama, 2006), hlm 128.
[20] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, PANCASILA, DEMOKRASI, HAM, DAN MASYARAKAT MADANI,
(Jakarta: KENCANA PRENADA GROUP, 2012), hlm. 154.
[21] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, PANCASILA, DEMOKRASI, HAM, DAN MASYARAKAT MADANI,
(Jakarta: KENCANA PRENADA GROUP, 2012), hlm. 155-161.
[22] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, PANCASILA, DEMOKRASI, HAM, DAN MASYARAKAT MADANI,
(Jakarta: KENCANA PRENADA GROUP, 2012), hlm. 165-166.
[23] Hariss Nasution, “MAKALAH HAM DALAM
PERSPEKTIF ISLAM” http://harisscivic.blogspot.com/2012/04/
makalah-ham-dalam-perspektif-islam_25.html diunduh pada tanggal
11/11/2014 pukul 11.56 WIB.
[24] A.
Ubaedillah dkk., Pendidikan Kewarganegaraan DEMOKRASI, HAM DAN MASYARAKAT
MADANI, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), hlm. 210.
[25]
A. Ubaedillah
dan Abdul Rozak, PANCASILA, DEMOKRASI, HAM, DAN MASYARAKAT MADANI,
(Jakarta: KENCANA PRENADA GROUP, 2012), hlm. 166-167.
[26] Muladi (ed), HAK ASASI MANUSIA Hakekat,
Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2009), hlm. 274.
[27]
A. Ubaedillah
dkk., Pendidikan Kewarganegaraan DEMOKRASI, HAM DAN MASYARAKAT MADANI,
(Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), hlm. 210-212.
[28]
Hariss Nasution, “MAKALAH HAM DALAM
PERSPEKTIF ISLAM” http://harisscivic.blogspot.com/2012/04/
makalah-ham-dalam-perspektif-islam_ 25.html diundduh pada tanggal
11/11/2014 pukul 11.56 WIB.